Tanggung Jawab Pendidikan pada Anak
Pendidikan pada anak merupakan tanggung jawab utama kedua orang tua, baru agen pendidik yang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
” Setiap bayi yang lahir memiliki fitrah ( tauhid ), maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” ( HR. Bukhori dan Muslim ).
Kesadaran bahwa tugas utama mencerdaskan seorang anak adalah tugas orang tua diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam pembentukan tanggung jawab dan pengkondisian lingkungan keluarga untuk mewujudkan anak-anak yang cerdas secara intelektual, mental dan spiritual.
Sejak Kapan Pendidikan Anak Bermula?
Dalam terminologi psikologi perkembangan, pendidikan anak sudah dimulai pada masa anak di dalam kandungan seorang ibu, sejak janin tercipta. Pendidikan anka pada masa kandungan yaitu dengan cara, menstabilkan kondisi emosional ibu, memberikan gizi yang baik, membawa janin bersama dengan ibu ke dalam situasi yang baik, menenangkan dan kondusif, mendapatkan dukungan dan motivasi dari suami, serta mendapatkan jaminan perlindungan yang baik dari keluarga besar dan lingkungan sosialnya. Dalam beberapa penelitian salah satu cara mendidik anak bisa melalui pendengaran musik klasik pada ibu dan janin, hal ini dipercaya bisa menambah kecerdasan pada anak.
Namun lebih dalam dari itu, dalam Islam, pendidkan seorang anak dimulai jauh dari sebelum janin tercipta. Menurut Suharsono, dalam bukunya “Mencerdaskan Anak”, pendidikan anak dalam Islam dimulai dari beberapa tahap, yaitu:
Pendidikan anak pada masa ini, disebut sebagai masa persiapan. Seorang calon ayah dan calon ibu diharapkan sudah mempersiapkan seorang anak yang berpotensi dengan cara pembinaan kesadaran untuk membina sebuah keluarga yang sakinah, mawadah warohmah. Cara ini bermula ketika seorang muslim atau muslimah mulai mencari calon pasangan hidupnya dengan bersandar pada 4 kriteria yang diberikan oleh Rasulullah, yaitu:
Pernikahan yang baik, adalah pernikahan yang sesuai standar agama, dimana rukun2 nikahnya tercapai, walimah (resepsi) dilaksanakan dengan sederhana dan khidmat, izin dan doa restu dari sanak saudara dan kerabat, serta legal secara hukum negara. Pernikahan yang ditutupi, tidak syah, dan bahkan hubungan tanpa pernikahan akan membawa efek buruk bagi kedua orang tua nantinya, dan juga calon anaknya. Penelitian membuktikan bahwa anak yang lahir diluar pernikahan yang syah mengalami ketidakstabilan mental dan emosional. Jika hal ini terjadi, maka harapan untuk mewujudkan anak yang cerdas sangat kecil.
Proses pembuahan antara kedua orang tua sangat dipentingkan dalam Islam. Ada tata cara khusus dan doa2 yang dipanjatkan ketika kedua orang tua saling berhubungan. Hal ini dikarenakan proses pembuahan adalah proses cikal bakal janin yang sesungguhnya. Jika terjadi penyimpangan maka dikhawatirkan anak akan mengalami defisiensi baik secara mental, fisik, psikis dan bahkan mungkin spiritual nantinya.
Pada masa ini, seorang ibu secara psikologis sedang dalam kebimbangan, dan kecemasan. Maka lingkungan yang kondusif secara mental dan spiritual amat dibutuhkan. Janin juga memerlukan gizi yang seimbang, untuk itu kesadaran akan nilai kesehatan dan kebersohan pada orang tua menjadi penting. Kehadiran dan dukungan dari calon ayah, serta keluarga bisa membantu ibu dalam menengaknan dirinya. Anak yang baik dalam masa kandungan berpotensi juga menjadi optimal dalam hidupnya kelak.
Pada masa bayi lahir dalam Islam disunnahkan untuk, diadzankan (atau iqomah) oleh sang ayah. Dalam hadits lain di tahnik (memberikan madu/kurma pada mulut atas bayi), lalu di aqiqah pada usia 7 hari, dicukur lalu bersedekah sesuai berat rambutnya, dan disusui sampai usia maksimal 2 tahun. Adzan dan iqomah dimaksudkan agar anak telah terdidik dari sejak lahir dengan penanaman ketauhidan (potensi spiritual), tahnik dan ASI dimaksudkan agar anak mendapat nutrisi (potensi kesehatan, emosional, dan intelektual), aqiqah, cukur rambut dan sedekah dimaksudkan agar anak terbiasa untuk mensyukuri nikmat dan berbagi (potensi kecerdasan sosial). Sedalam inilah ternyata Islam mendidik seorang manusia agar bermanfaat kelak.
Sedangkan pendidikan pada masa kanak2 akhir ( 6-12 tahun ), mulai dipusatkan pada penanaman nilai2 dan norma-norma melalui keteladanan dengan contoh langsung yang dimulai dari pendidik terlebih dahulu. Seperti kata seorang pelopor psikologi, Carl Gustav Jung yang mengatakan
Pola pendidikan ini juga harus ditunjang dengan kematangan, kebijaksanaan dan konsep pendidikan kedua orang tua bagi anaknya, lingkungan keluarga yang mendukung, lingkungan sekolah serta lingkungan sosial yang baik. Semua elemen ini harus berekrjasama untuk membangun kecerdasan seorang anak, baik secara intektual ( IQ ), emosional ( EQ ) dan spiritual ( SQ ).
Pertimbangan Orang Tua dalam Memilih Sebuah Institusi Pendidikan bagi Seorang Anak
5. Status sekolah, apakah memilih yang yang negri atau swasta? Terakreditasi atau diakui, atau yang lainnya?
Tinggalkan Balasan